
Sensor Politik Dulu dan Sekarang
Wimar's World
07 March 2007
Rencana Menkominfo untuk mengajukan somasi terhadap 'Republik Mimpi' membangkitkan Mimpi Buruk Pengekangan Ekspresi. Sensor selalu ada, walaupun berubah rejim, beda gaya. Dulu dan sekarang begitu-begitu juga dalam versi lain. Pencabutan izin, telepon misterius, tekanan terhadap pemilik media, panggilan, himbauan, somasi.
Hanya Presiden Wahid yang tidak pernah menindak media, padahal serangannya bertubi-tubi. Ia mengingatkan bahwa pemimpin dan bangsa yang kuat itu adalah yang mampu menertawakan dirinya sendiri.
Apapun namanya dasarnya sensor adalah adalah penguasa tidak nyaman dengan kritik sosial. Buktinya kalau tidak menyinggung pemerintah, jarang ada acara televisi kena tindakan pemerintah.
Di lain pihak publik senang humor dan senang kritik, lahirlah parodi politik. Mereka tidak senang kalau ada tindakan sensor. Bagaimana publik sekarang memberi respons?
Sedangkan pihak yang kena sensor punya pilihan susah di jaman sekarang. Tunduk dan menyesuaikan diri pada sensor supaya bisa tetap survive, atau mempertahankan sikapnya dan dihilangkan dari layar televisi?
Simak dulu cuplikan tulisan Adhie Massardi dalam rubrik 'Politisiana' di harian Rakyat Merdeka, nanti dilanjutkan pembahasannya dalam Wimar's World, JakTV jam 21:30.
Parodi memang bisa diartikan kritik. Tapi kritik yang kehilangan greget karena tujuannya memang hanya olok-olok. Tapi benarkah kata-kata Gus Dur pada Effendi Gazali yang terancam disomasi berbagai pihak gara-gara tayangan parodinya di Metro TV, bahwa pemimpin dan bangsa yang kuat itu adalah yang mampu menertawakan dirinya sendiri?
Kalau pernyataan Gus Dur itu benar, berarti pemimpin dan bangsa yang bisa menertawakan orang lain yang menertawakan dirinya adalah pemimpin dan bangsa yang sangat kuat. Dan itu berarti pemimpin dan bangsa kita termasuk dalam kategori ini, karena selalu ikut tersenyum (tidak pernah tersinggung) dijadikan tertawaan orang-orang di negeri seberang.
Apa komentar anda soal Sensor Dulu dan Sekarang?
Baca juga:
- 2007: Menkominfo di Wimar's World: Jangan Mengolok Kepemimpinan
- 2007: Republik Mimpi terancam disomasi Menkominfo
- 2006: Anton Budaya: Republik Mimpi sudah kehilangan peminat
- 2006: JakPost: A show could be taken off the air without explanation
- 2002: Gatra: Yang mengangkat pamor talk show adalah
- 1999: Dialog Aktual Indosiar: closed down during broadcast
- 1999: Tabloid Adil bilang Si Kribo, Sang Provokator
- 1999: Tabloid Siaga bilang Wimar Orang Berbahaya
- 1996: Perspektif suddenly axed without warning
- 1995: Siapa Membredel Perspektif?
27 Comments: