
Rizal Ramli: Berbahaya Menaikkan Harga BBM
Perspektif Wimar
13 May 2008
Oleh: Didiet Adiputro
Setelah minggu lalu Faisal Basri menyatakan perlunya kenaikan harga BBM secara bertahap, dalam edisi Perspektif Wimar kali ini Mantan Menko Perekonomian Dr. Rizal Ramli yang menjadi narasumber, dengan tegas menolak kenaikan harga BBM yang dinilai akan membuat rakyat tambah babak belur karena harga pangan yang juga sudah naik. Wimar Witoelar ditemani Cathy Sharon sebagai co-host akan membahas masalah kenaikan harga BBM dalam perspektif yang berbeda.
Menurut Rizal, persoalan kita sebenarnya sangat sederhana, karena produksi minyak pada pemerintahan Presiden SBY anjlok sampai 300rb barrel. Sementara kita import sampai 300rb barrel melalui mafia di Singapura, dimana para mafia tersebut mengambil untung sampai 2 dollar/barel atau Rp. 6 Milyar sehari. “kenapa Presiden nggak berani sama mafia tapi berani sama rakyat?”, ujar pendiri Econit ini.
Bukan cuma melontarkan kritik tanpa solusi, Rizal juga memberikan berbagai alternatif cara untuk mengatasi persoalan pelik ini tanpa menaikan harga BBM. Antara lain:
- Pemerintah harus mengurangi subsidi untuk bank rekapitalisasi sebesar Rp.30 Trilyun. Karena bunga bank rekap hanya dinikmati oleh orang-orang yang super kaya.
- Benahi inefisiensi di PLN dan Pertamina, karena biaya produksi Pertamina sangat mahal dan banyak mafianya.
- Kita menaikan produksi minyak dengan cara membubarkan BP Migas.
- Harus ada visi ke depan, dan tidak bisa hanya memakai visi ala mahasiswa kos-kosan. Karena bagi Rizal, pemerintah sekarang persis mahasiswa kos-kosan yaitu selalu utang, privatisasi BUMN dan menaikan BBM.
- Negosiasi utang luar negeri seperti pemerintahan Argentina.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tahun ini sebesar Rp.14-17 Trilyun dan Rp.52 Trilyun pada tahun 2009, dinilai Ketua Komite Bangkit Indonesia ini sebagai ‘suap politik’ supaya Presiden Yudhoyono bisa terpilih kembali. Jika dana BLT itu dibuat irigasi atau membangun jalan, maka akan memiliki nilai tambah sampai 3-4 kali lipat. “jadi ini lebih kental nilai politiknya”, tutur Rizal.
Jadi selama 40 tahun terakhir, yang bangkit itu hanya 20 persen masyarakat kita, sementara 80 persen lainnya jalan di tempat. Sehingga jika dilihat secara komparatif, maka kita masih kalah jauh dari negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia, Korea, bahkan China.
Emang susah jadi masyarakat, kalau harga BBM naik, kita bisa repot karena harga-harga jadi tambah tak terjangkau, kalau terus disubsidi maka APBN bakal terancam karena lebih dari Rp.200 Trilyun subsidi yang harus dikeluarkan hanya untuk dibakar menjadi asap kendaraan.
Baca juga:
75 Comments: