
Potensi CSR dan Jebakannya
Perspektif Online
14 May 2008
Oleh Hayat Mansur
Sekarang tidak model lagi kalau perusahaan tidak memiliki program CSR. Wimar Witoelar berbagi pengetahuan, pengalaman, dan praktek CSR dalam CSR Exchange 2008 di Kampus Sampoerna School of Business and Management – ITB.
Wimar Witoelar menjadi salah satu pembicara dengan moderator Sonny Sukada. Pembicara lainnya Hadi Fauzan, Director Corporatee Affair PT HM Sampoerna, Tbk. Wimar membawakan tema mengenai CSR: Potential and Pitfalls. Secara ringkas, maksudnya, CSR banyak memiliki kesempatan tapi kalau salah-salah memilih malah kesandung.
Dihadapan sekitar 80 audience yang terdiri dari praktisi dan mahasiswa, Wimar memaparkan catatan pribadi mengenai praktek CSR karena kehadiran dirinya di forum tersebut terkait pribadi Wimar dan ditambah sebagai Chairman InterMatrix Communications.
Catatan Pribadi Wimar tersebut adalah:
- Ignore the corporate vs individual divide
Program CSR jangan memakai nilai perusahaan/organisasi tapi harus memakai nilai individu yang menjalankan program tersebut, karena "individu tidak memiliki label," alasan Wimar. Selain itu, kalau dikembangkan kepada nilai pribadi lebih gampang menentukan mana yang etis atau tidak. - Converge personal values and public perspectives
Nilai-nilai personal dipertemukan dengan perspektif publik untuk membuat program CSR yang tepat. Jadi walaupun kita ada di perusahaan besar tapi nilai-nilai personal kita tetap harus dipakai dalam kombinasi dengan perspektif publik. - Select contextual social issues
Dalam membuat program CSR kita harus memilih isu-isu sosial yang kontekstual. Jadi pilih program CSR yang sesuai kebutuhan komunitas setempat. Jika kita pemain kecil maka sebaiknya memilih peran yang kecil juga. - Regard CSR as engine of change
Harus diingat, CSR harus dipandang sebagai mesin perubahan masyarakat, bukan sebagai penyelamat perusahaan - Minimize window dressing
Perusahaan/organisasi jangan memakai CSR untuk bersolek tapi bersihkanlah perusahaan itu sendiri
Seusai pemaparan, sesi tanya jawab menjadi serbuan peserta. Adanya batasan waktu membuat tujuh peserta berkesempatan mengajukan pertanyaan. Salah satunya Ika dari Swiss German University (SGU) yang menanyakan apakah CSR merupakan pilihan atau keharusan. Wimar menegaskan CSR bukan pilihan tapi suatu keharusan. Perusahaan/organisasi yang mempunyai hati pasti akan berbuat baik untuk komunitas. Jadi itu harus dilakukan dengan atau tanpa label CSR.
Sebagai penutup, Wimar menggarisbawahi catatan untuk diingat bahwa, "Cleaning up is much better than dressing up". Tak ada gunanya perusahaan memperindah diri melalui CSR kalau masih menimbulkan masalah pada komunitasnya. Lebih baik ganti bidang bisnisnya atau mundur. Analoginya, orang belum mandi bisa saja memakai parfum agar wanginya enak tapi lebih baik orang tersebut mandi bersih.
Baca juga:
23 Comments: